Alya baru saja pulang sekolah. Ia mendapati rumahnya sepi. Di bawah pintu cuma ada secarik kertas. Isinya tulisan ibu. “Alya sayang, ibu perge sebentar. Kunci pintu di tempat biasa. Cup sayang, Ibu.”
Ah, rupanya ibu sedang perti. Alya segera mengambil kunci di bawah pot tanaman hias. Tempat biasa ibu meletakkan kunci saat pergi.Alya segera masuk kamar. Ganti baju dan menaruh seragam sekolah yang baru saja dipakainya ke tempat cucian. Lalu menuju ke ruang tengah. Membaca buku cerita yang dibelikan ayah kemarin. Ia belum menyelesaikannya.
Baru sempat membaca beberapa halaman, tiba-tiba dia teringat tugas sekolahnya. Membuat cerita tentang ibu. Ah, Alya bingung. Ia merasa tak ada yang istimewa dengan ibunya. Maklum, ibu Alya hanyalah seorang ibu rumah biasa. Bukan wanita karir yang bekerja di kantor.
“Ah, andai saja ibu menjadi wanita karir, pasti banyak hal yang bisa aku ceritakan pada teman-teman. Kalau seperti ini, apa yang bisa aku ceritakan?” Alya bergumam dalam hati.
Tingtong…tingtong….
Tiba-tiba bel berbunyi. Alya bergegas membukakan pintu. “Assalamu’alaikum….!”
“Eh, Tante Irma….! Wa’alaikumussalam….! Silakan masuk, Tante…!”
Ternyata yang datang adalah Tante Irma, adik ibu yang paling kecil.
“Sendirian ya, Al?”
“Iya, Tante! Alya baru saja pulang sekolah. Ibu nggak tahu pergi ke mana!”
“Oh, tadi ibumu telpon. Katanya dia mau pergi, ada urusan sebentar. Lalu tante disuruh kemari, menemani keponakan tante yang paling cantik ini…!” kata Tante Irma sambil mencubit pipi Alya.
“Ah, Tante bisa aja!” Alya tersipu malu.
“Nih, tante bawain kesukaan kamu. Kue pukis rasa coklat!”
“Asyiiik…., terima kasih, Tante…!” Alya langsung mengambil sebuah, dan disantapnya dengan lahap.
“Tante, boleh tanya, nggak?”
“Tanya apa? Untuk Alya, tante akan menjawabnya!”
“Alya ada tugas sekolah. Membuat tulisan tentang ibu. Alya bingung mau nulis apa.”
“Ya udah, tulis aja apa adanya. Tentang ibu yang pintar memasak, selalu menemani kamu belajar, atau tentang ibu yang cinta pada anaknya!”
“Ah, nggak asyik. Coba kalau ibu jadi wanita karir!”
“Eh, jangan salah! Tante ceritain, ya! Sebenarnya, dulu ibumu juga wanita karir. Ia bekerja satu kantor dengan ayahmu.”
“Oya, kok ibu nggak pernah cerita, ya? Terus kenapa sekarang tidak bekerja lagi?”
“Nah, ceritanya tuh, dulu kalau bapak dan ibumu berangkat kerja, kamu dititipkan di tempat nenek. Suatu saat nenek sakit keras dan harus dirawat di rumah sakit. Kamu jadi nggak ada yang jagain. Tante sendiri waktu itu masih kuliah di luar kota. Akhirnya ibumu memutuskan untuk keluar kerja karena tak tega meninggalkan kamu sendirian. Kamu tahu kan, ibumu sangat menyayangimu. Ia tak mau menitipkan anak satu-satunya kepada orang lain. ”
Alya hanya mengangguk-anggukkah kepalanya mendengar cerita Tante Irma. Ada rasa bangga meliputi hatinya, ternyata ia memiliki ibu yang sangat mencintainya. Demi dia, ibu rela keluar kerja dan memilih menjadi ibu rumah tangga biasa.
“Hei, kok jadi bengong gitu!” seru Tante Irma melihat Alya yang terus terdiam. “Oya ada lagi. Ibumu juga pintar menulis, lho! Di saat-saat senggang, ibumu seringkali membuat cerita atau menulis naskah artikel. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media massa. Kalau nggak salah, ibumu juga menulis beberapa buku cerita anak, lho…! Hebat kan ibumu!”
“Wah, begitu ya! Kok Irma nggak tahu, ya! Terima kasih ya, Tante! Irma jadi punya banyak bahan tulisan untuk tugas besok.”
“Assalamu’alaikum….!” Terdengar suara salam. Suara yang sangat Alya kenal. Ibu.
“Wa’alaikumussalam….! Ibuu…! Ibu dari mana?” sambut Alya sambil menyalami ibunya.
“Ibu tadi terpaksa pergi sebentar. Ada teman ibu yang butuh bantuan. Terus ibu minta Tante Irma menemani kamu!”
“Iya, tadi tante juga kasih banyak cerita pada Alya.”
“Cerita apa?” tanya ibu penasaran.
“Ada deh…! Yang jelas, Alya jadi makin sayang sama Ibu…!”
Alya dan Tante Irma saling memberi kode dengan kerlingan mata.
Source : adzkia.com
Telah dibaca :
Share